Kasus dugaan kebocoran data kembali terjadi di Indonesia. Kali ini, hacker Bjorka kembali beraksi dengan menjual 34 juta data paspor Indonesia dengan harga murah di dark web.
Dari data sampel yang diberikan, data sampel yang dibocorkan Bjorka berisi data pribadi seperti nama, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor paspor, dan tanggal kadaluarsa paspor.
Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, data yang dibocorkan Bjorka kali ini terbilang valid. Pasalnya, salah satu baris data pada sampel berkas yang dibagikan berisi data paspornya yang telah habis masa berlakunya pada tahun 2011.
“Untuk saat ini belum bisa diketahui secara pasti apakah data yang dibagikan benar berasal dari server Ditjen Imigrasi atau Bjorka mengambil data dari data bocoran lainnya. Untuk itu diperlukan audit dan forensik digital agar sumber Datanya bisa dipastikan,” ujarnya saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Kamis (6/7/2023).
Pratama menyebut, kebocoran data ini sangat berbahaya bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan data pribadi tersebut dapat digunakan oleh orang lain untuk melakukan kejahatan seperti penipuan, baik penipuan secara langsung terhadap orang yang datanya bocor maupun penipuan lainnya yang menggunakan data pribadi orang lain yang dibocorkan.
“Yang lebih berbahaya lagi jika data pribadi tersebut digunakan untuk membuat identitas palsu yang kemudian digunakan untuk melakukan aksi terorisme, sehingga pihak dan keluarga yang data pribadinya digunakan akan dituduh sebagai teroris atau kelompok pendukungnya,” ujarnya. berkata lebih lanjut.
Pratama juga menyoroti kebocoran data ini bisa merugikan pemerintah, karena sumber kebocoran diklaim berasal dari Dirjen Imigrasi yang merupakan instansi pemerintah. Hal ini membuat orang lain menyimpulkan bahwa keamanan dunia maya sektor pemerintah cukup rendah.
Kondisi ini tentu saja mencoreng nama baik pemerintah di mata masyarakat Indonesia maupun di mata dunia internasional. Hal ini karena pemerintah tidak mampu melakukan cyber security untuk institusinya, dimana banyak instansi yang memiliki kompetensi tinggi, seperti BSSN, BIN, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.