Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Heru Sutadi, peluncuran ini dapat memperkuat ketahanan jaringan broadband Indonesia yang masih terkendala. “Karena toh masih ada kesenjangan digital, khususnya Indonesia Barat dan Indonesia Timur, baik kota maupun desa,” kata Heru saat dihubungi Tekno Liputan6.com.
Padahal, menurut data statistik, katanya, Indonesia termasuk negara dengan kecepatan internet lambat di Asia Tenggara, sehingga sering disamakan dengan Kamboja, Myanmar, atau Laos.
“Artinya, Indonesia harus mengejar. Dan, faktor yang mempersulit pembangunan infrastruktur adalah karena di Indonesia tidak semua fiber optic atau seluler dapat dijangkau, sehingga tentunya satelit menjadi pilihan alternatif bagi daerah yang belum terjangkau oleh teknologi ini, ” dia berkata.
Meski begitu, Heru tak memungkiri bahwa teknologi satelit memiliki keterbatasan, seperti kecepatan dan latensi. Namun keberadaan satelit dapat memberikan akses di daerah terpencil, sehingga komunikasi tetap dapat dilakukan di daerah tersebut.
Ia juga mengatakan, selain menyediakan infrastruktur atau internet, satelit ini juga bisa digunakan untuk memperkuat sehingga bisa lebih pintar, lebih sehat, dan lebih aman. Pasalnya, Satria-1 akan terhubung dengan sekolah, puskesmas, termasuk TNI dan Polri.
“Kami berharap peran-peran tersebut dapat berfungsi maksimal (dengan hadirnya internet melalui Satria-1),” ujarnya. Ia pun berharap satelit ini dapat berkontribusi dalam peningkatan ekonomi masyarakat yang kini telah bergeser ke ekonomi digital.
Menurut Heru, dunia kini telah berubah dari sangat dipengaruhi ekonomi industri menjadi digital, di mana keunggulan sistem ini adalah setiap individu dapat menjadi produsen untuk menggerakkan perekonomian itu sendiri.
“Sehingga setiap orang berkesempatan untuk dapat memanfaatkan peningkatan akses internet hingga ke pelosok yang dikenal dengan 3T, sehingga masyarakat kita juga akan lebih sejahtera,” ujar pria yang juga Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute ini.
Di sisi lain, Heru juga mengatakan, tahapan lain yang tak kalah penting pasca peluncuran Satria-1 adalah memastikan infrastruktur pendukung satelit ini, sembari menunggu satelit ini tiba di slot orbitnya, yakni 146 derajat BT atau di atas wilayah Papua.
Dalam hal ini, kata Heru, salah satu yang perlu dilakukan adalah memastikan jaringan pusat operasi di Bumi berfungsi dengan baik. Selain itu, kesiapan 50 ribu titik yang akan mendapatkan akses internet dari satelit ini di awal pengoperasian juga penting.
“Harus dipastikan juga ada Service Level Agreement atau SLA, karena ini sifatnya KPBU, maka pemerintah yang akan membayar pelayanan tersebut. Jadi, kalau misalnya di satu titik pelayanan berjalan baik sesuai dengan SLA baru itu akan dibayar, kalau tidak pasti akan dikurangi,” ujarnya menjelaskan.
Tak lupa, ia juga menyoroti pentingnya perencanaan setelah satelit ini beroperasi di wilayah Indonesia. Artinya, penggunaan internet di daerah-daerah yang akan mendapat akses dari Satria-1 perlu dipastikan peruntukannya secara jelas, sehingga masyarakat dapat merasakan lebih optimal.
Misalnya untuk bidang pendidikan, perlu dipastikan bahwa internet yang tersedia dapat meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Begitu juga di bidang kesehatan, diharapkan dengan adanya internet dapat membantu meningkatkan kualitas kesehatan di wilayah tersebut.
“Maka, masyarakat juga harus memanfaatkannya secara optimal, tidak hanya sekedar memiliki jaringan, namun jaringan internet yang menjangkau area 3T dapat membuat masyarakat sejahtera, lebih berdaya, dan mampu memanfaatkan ekonomi digital yang kini mengglobal,” ujarnya. dikatakan.
Mengenai apakah satelit ini benar-benar dapat memenuhi kebutuhan internet di seluruh wilayah Indonesia, kata Heru, memang perlu dilihat kembali kebutuhan internet di wilayah 3T ke depan. Pasalnya, perencanaan satelit ini sudah dilakukan sejak 2018, sehingga tentunya akan ada perubahan kebutuhan.
“Memang perlu dihitung ulang lagi, berapa wilayah dan berapa titik yang masih membutuhkan internet broadband, dan belum bisa diakses oleh seluler dan fiber optik, maka dengan angka tersebut kita baru bisa menentukan apakah diperlukan satelit baru atau tidak,” Heru lanjut.
Apalagi, menurut dia, jumlah titik yang akan mendapat akses ini belum diketahui secara pasti, karena Satria-1 belum beroperasi. Sementara itu, kebutuhan internet di berbagai daerah juga meningkat yang cukup terlihat di masa pandemi.
Terkait hal tersebut, Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika sebelumnya mengungkapkan akan memberikan akses 50.000 titik layanan publik pada tahap awal pengoperasian Satria-1. Kemudian, penyediaan akses akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menegaskan akan memantau penyediaan akses internet oleh pihak swasta untuk mengetahui kebutuhan kapasitas terkini. Sebagai penunjang, Kominfo saat ini tengah menyiapkan hot backup satelit untuk memenuhi kebutuhan satelit internet nasional.