Sebelumnya, negara-negara ASEAN lebih fokus pada ketahanan energi, sangat bergantung pada bahan bakar fosil, dan sering kali membangun kapasitas lebih besar dari yang dibutuhkan.
Sementara, biaya energi terbarukan semakin menurun, sehingga pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya, dan angin menjadi lebih terjangkau. Dan semua negara ASEAN, selain Filipina, telah berkomitmen untuk berhenti menjadi penyumbang karbon ke atmosfer pada tahun 2050.
Laos, negara kecil dengan populasi hanya 7 juta jiwa, telah membangun lebih dari 50 bendungan dalam 15 tahun terakhir. Negara ini telah mengekspor listrik ke Thailand, Vietnam, dan Tiongkok. Sejauh ini mereka masih memiliki kelebihan listrik yang perlu dijual kepada negara lain di wilayah ASEAN.
Sementara itu, kondisi ini bertolak belakang dengan Singapura, yang mana merupakan negara kecil berpenduduk 6 juta jiwa dan hampir tidak memiliki sumber daya alam.
Dengan begitu, Singapura harus mengimpor energi ramah lingkungan untuk memenuhi tujuan energi terbarukannya.
Dari keterangan di atas, bisa dikaitkan bahwa jaringan listrik regional dapat membantu menjembatani kesenjangan antara tempat dimana listrik dibutuhkan dan di mana listrik dapat dihasilkan.
Selain itu, ini juga membantu negara-negara menyesuaikan diri terhadap guncangan dari luar, seperti harga minyak yang melonjak drastis.
Jaringan yang saling terhubung juga dapat menyalurkan listrik yang andal ke masyarakat di daerah terpencil, seperti Kalimantan Barat.